Minggu, 14 Juni 2009

anti cewek

Sebenarnya saya bingung saya mau menulis apa. Pengalaman berkenaan dengan ketauhidan saya pada Alloh memang banyak. Pengalaman tersebut merupakan aib bagi saya. Berat rasanya bila saya harus meng-expose-nya.
Dengan mengucapkan basmallah, saya niatkan apa yang saya tuangkan semoga bermanfaat dan pembaca tidak memandang masalah dari segi negativnya saja.
Saya adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Saya dibesarkan dilingkungan keluarga yang religius. Orang tua saya mendidik saya dengan contoh langsung. Saya paham apa yang disampaikan oleh orang tua saya. Minimal ketika saya beribadah mahdoh saya niatkan karena Alloh bukan karena takut pada orang tua.
Saya selalu ingin hidup ideal seperti yang diajarkan Rosululloh. Oleh karena itu jangankan punya pacar dekat dengan wanita saja saya selalu berhati-hati. Bagi saya antara pria dan wanita ada satu hijab yang harus selalu terjaga. Saya begitu mencintai apa-apa yang Alloh perintahkan. Hal itu terbukti dalam urusan kebenaran saya selalu berkeras hati walaupun orang tua saya yang saya hadapi. Karakter seperti itu saya dapatkan dari didikan ayah saya.
Saya teringat dengan kejadian 14 bulan yang lalu. Saat itu saya diuji oleh Alloh. Dia mengirimkan satu wanita untuk menggoda keteguhan iman. Entah kenapa saya mulai jatuh cinta kepada wanita itu. Tanpa disadari saya mulai mencintai dia dan selalu mengejar cintanya. Cinta saya kepada Alloh mulai tergadaikan. Hati saya telah musrik, saya mencintai wanita itu melebihi cinta saya pada Alloh.
Kuhabiskan hari-hariku dengan perempuan itu, memang tidak pernah terjadi apa-apa. Namun suatu ketika, saat hujan turun dengan begitu derasnya. Kumelihat pohon mangga berayun-ayun kegirangan. Disitu aku mulai sadar. Kuteringat salah satu firman Alloh bahwa seluruh yang ada dilangit dan dibumi selalu bertasbih memuji keagungan Alloh. Aku terhentak. Kupandangi diri, begitu hina. Disaat makhluk Alloh bertasbih, aku malah menghabiskan waktu. Seolah kuhidup selamanya.
Diiringi suara adzan ashar, kutinggalkan kekasih fanaku beserta dunianya. Kuberlari dengan penuh penyesalan. Air mata tak kalah derasnya dengan hujan saat itu. Kuberteriak dalam hati, memohon ampunan. Hatiku yang dulu mantap pada Alloh, kini kurasakan begitu kering. Sekuat apapun ku menjerit, yang kurasakan tetap jauh dari illahi.
Aku mulai jatuh sakit. Hari-hariku penuh siksa. Penyesalan kian silih merganti, seolah mentertawakan diri. Sayup-sayup kudengar suara hati. Bagaimana seandainya kau mati? Kau mati dalam keadaan seperti ini. Sangat jauh sekali dari apa yang diperintahkan Illahi. Dada ini sesak saat kuingat dosa-dosa. Palagi kuteringat salah satu firman Alloh yang intinya berbunyi barang siapa yang lebih mencintai dunia dari pada Alloh, rosul dan jihad, maka tunggulah sampai Alloh memberikan suatu keputusan, Amat cepat hisab Alloh….
Rasa takut akan kematian mulai terus menghantui, terbawa mimpi. Selama empat hari, tidurku ditemani mimpi kematian. Seketika itu aku mulai takut, aku merasa bahwa malam ini akan dating mimpi yang lebih dasyat dari sebelumnya. Bahkan lebih dasyat dari Tsunami. Ledakan dalam hati semakin besar bagaikan ledakan bom bali.
Kugerakan tanganku untuk mengambil bantal. Ketelengkupkan badan ini, kutimpa telinga ini dengan bantal yang kumiliki. Kupejamkan mata walau masih tersadar. Kuterus berkompromi dengan rasa takut. Tidurnya mata ini tak diiringi dengan tidurnya hati ini.
Setelah kusadar, kumelihat diriku begitu kecil dihadapan sesuatu yang ganas. Aku melihat diriku delemparkan pada pusaran api yang berwarna hitam pekat. Tubuhku terbakar tanpa darah. Kulitku terkelupas, perih sekali rasanya. Tanpa disadari ada sesuatu yang menghantam kepalaku dari belakang. Sakit sekali. Mataku keluar, otaku bercucuran dari lubang hidung dan telingaku. Jantung, hati, dan tubuhku tersayat. Kucoba berlari namun tidak juga ku temukan jalan. Sekelilingku hanya ada api, dan tak seorangpun mampu menolongku.
Aku begitu tersiksa kini bukan kulitku yang menyelimuti tubuh, namun bara api. Aku mulai tertarik pada pusaran api tersebut. Bau busuk menyeruak, potongan badan berserakan tak tentu arah, tak ada cahaya disana, tak ada sirkulasi udara, gelap dan jahat begitu memikat, aku menghirup nafas yang itu itu juga, tak ada oksigen, hingga kerongkonganku tersumbat, nafasku kembang kempis, jantungku berdegup kencang, paru ku membiru “! “.. tak ada penolong, tak ada ratna kekasih fanaku, tak ada penolong, hanya badanku sebesar kepalaku..”! aku terjaga seketika, mimpikah? atau kenyataan hidup sebenarnya, sebab mimpi juga adalah keinginan dan keadaan bawah sadar atas realitas hidup sebenarnya, cepat cepat kunyalakan lampu kamar.
“Tuhan.. ini bukan mimpi,. it’s a real life !! buru - buru aku terbangun dengan peluh bercucuran dan badan gemetar, ternyata malaikat maut bisa menjemputku
kapan dia mau, dan lebih dekat dari urat leherku sendiri! Dan aku belum siap dengan kematian yang menjadi kawan setia ku.
Sejak saat itu kuberniat untuk menjauhkan segala bentuk syirik dalam jiwaku, sebisa yang aku bisa. Tak adalagi alasan membagi bagian lebih besar selain untuk Alloh.

Tidak ada komentar: