Minggu, 14 Juni 2009

Praktek Ibadah

Pengantar Sholat
Sholat menurut bahasa berarti doa. Adapun menurut peristilahan, sholat ialah ibadah tauqifi yang sudah sangat dikenal, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Perintah menegakkan sholat tersebar sangat banyak dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya, Allah berfirman : “Sesungguhnya sholat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktu-waktunya atas orang-orang yang beriman”. Sholat merupakan rukun Islam yang kedua, setelah syahadat. Ia adalah tiang agama. Nabi saw bersabda “Sholat adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya maka ia telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama”. Ia juga merupakan benteng terakhir seorang muslim, karena Islam itu memiliki simpul-simpul yang akan terurai satu demi satu dimana yang akan terakhir kali terurai adalah sholat.
Sholat telah disyariatkan sejak awal-awal munculnya Islam di Makkah. Sejak awal kenabian, yakni semenjak turunnya QS Al-Muzzammil, Nabi telah diwajibkan untuk melakukan sholat malam. Sebelum turunnya perintah sholat lima waktu, umat Islam di Makkah saat itu hanya melakukan sholat dua kali dalam sehari, yakni pada pagi dan petang saja. Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, umat Islam diwajibkan untuk melakukan sholat lima kali dalam sehari.
Syarat dan Rukun Sholat
Syarat wajibnya sholat bagi seseorang :
1. Muslim.
2. Berakal.
3. Baligh.
Syarat sahnya sholat :
1. Mengetahui bahwa waktu sholat telah masuk.
2. Suci dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
3. Badan, pakaian, dan tempat sholat suci dari najis.
4. Menghadap ke kiblat bagi yang mampu.
Rukun-rukun (fardhu-fardhu) sholat :
1. Niat.
2. Takbiratul ihram.
3. Berdiri (pada sholat fardhu).
4. Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat.
5. Ruku’ dengan thuma’ninah.
6. I’tidal dengan thuma’ninah.
7. Sujud dengan thuma’ninah.
8. Duduk diantara dua sujud.
9. Duduk tasyahhud akhir dan membaca tasyahhud didalamnya.
10. Salam.
Sunnah-sunnah sholat :
1. Mengangkat tangan pada empat tempat : saat takbiratul ihram, saat menuju ruku’, saat bangkit dari ruku’, dan saat beranjak ke rakaat ketiga.
2. Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri.
3. Mengucapkan doa istiftah pada rakaat pertama secara sirri.
4. Mengucapkan amin setelah Al-Fatihah.
5. Membaca ayat Al-Qur’an setelah Al-Fatihah, pada rakaat pertama dan kedua.
6. Takbir intiqal.
7. Membaca dzikir dan doa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah ketika ruku’, i’tidal, sujud, dan duduk diantara dua sujud.
8. Duduk istirahat.
9. Tasyahhud awal.
10. Membaca sholawat Nabi setelah tasyahhud akhir.
11. Membaca doa sebelum salam.
12. Membaca dzikir dan doa sesudah salam.
Waktu-waktu sholat
Waktu sholat shubuh :
Sejak terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari.
Waktu sholat zhuhur :
Sejak tergelincirnya matahari sampai bayangan benda sama panjang dengan bendanya.
Waktu sholat ashar :
Sejak bayangan benda sama panjang dengan bendanya sampai matahari menjadi kuning. Adapun sejak matahari menjadi kuning sampai terbenamnya matahari adalah waktu yang makruh – meskipun boleh – bagi yang tidak memiliki udzur.
Waktu sholat maghrib :
Sejak matahari telah benar-benar tenggelam sampai hilangnya mega merah.
Waktu sholat isya’ :
Sejak hilangnya mega merah sampai tengah malam. Sholat isya’ sebaiknya tidak dilakukan sejak tengah malam sampai terbitnya fajar shadiq bagi yang tidak memiliki udzur, meskipun boleh.
Waktu yang paling utama :
Waktu sholat yang paling utama adalah diawal waktu, terutama sholat maghrib karena ada yang berpendapat bahwa sholat maghrib tidak memiliki waktu muwassa’ (berdasarkan hadits Jibril mengimami Nabi saw). Dikecualikan dari awal waktu sebagai waktu yang paling utama adalah sholat isya’, yang mana waktunya yang paling utama adalah tengah malam. Khusus untuk sholat zhuhur, lebih disukai diundur sampai panas matahari sedikit reda pada hari dimana panas sangat menyengat.
Waktu yang dilarang untuk sholat :
• Tiga waktu : saat terbitnya matahari sampai naiknya matahari setinggi tombak (=tiga meter), saat istiwa’ (matahari tepat diatas kepala) [kecuali untuk sholat sunnah jum’at], dan saat matahari sedang tenggelam.
• Sesudah sholat shubuh.
• Sesudah sholat ashar.
{ وإذا ضَربتم في الأرض فليس عليكم جُناح أن تَقصروا من الصَّلاة إن خفتم أن يَفتِنكُم الذين كَفروا إنَّ الكافرين كانوا لكُم عدوّاً مُبيناً * وإذا كُنتَ فيهم فأَقمتَ لهمُ الصلاةَ فَلْتقم طائفةٌ منهم مَعك ولْيَأخذوا أسلحَتَهم، فإذا سَجدُوا فَلْيكونوا من ورائِكم، ولْتَأت طائِفةٌ أخرى لَم يُصَلّوا فلْيُصلُّوا معك ولْيأخذُوا حِذرهم وأسلِحَتهم ودّ الذين كَفروا لو تَغْفُلون عن أَسلِحَتكم وأمْتِعتكم فَيميلون عَليكم مَيلةً واحِدةً ولا جناح عليكم إنْ كان بكُمْ أذىً مِن مَطر أو كُنتم مرضى أن تَضَعوا أسلِحَتكم وخذوا حِذْركم إن الله أعدَّ للكافِرين عذاباً مُهيناً * فإذا قَضيتُم الصلاة فاذْكروا الله قِياماً وقُعوداً وعلى جُنوبِكُم فإذا اطمأنَنْتُم فأَقيموا الصّلاة إنَّ الصلاةَ كانَت على المؤمِنين كِتاباً مَوقوتاً} [النساء: 101 - 103]

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An Nisa:101-103)
Diantara hikmah menegakkan sholat ialah :
1. Sholat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
2. Sholat, bersama-sama dengan sabar, merupakan sarana meminta pertolongan kepada Allah.
3. Sholat merupakan sarana mengingat Allah di tengah-tengah kesibukan manusia dalam menjalani kehidupan
Sholat Jum’at
Sholat jum’at wajib bagi setiap laki-laki mukallaf yang muqim (tidak sedang dalam perjalanan), tidak sakit, dan tidak memiliki udzur yang dibenarkan oleh syariat. Adapun wanita dan anak-anak, mereka tidak wajib melakukan sholat jum’at. Bagi laki-laki mukallaf yang tidak diwajibkan sholat jum’at, ia bisa tetap melakukan sholat zhuhur sebagaimana hari-hari yang lain.
Sholat jum’at dilakukan dua rakaat, didahului dengan dua khutbah yang mana kedua khutbah itu disela dengan duduk sejenak. Adzan dilakukan setelah khatib mengucapkan salam. Khutbah ju’at hendaknya tidak terlalu panjang dan berbicara tentang permasalahan umat yang penting. Sementara itu, sholatnya hendaknya diperpanjang. Pada saat khutbah berlangsung, seseorang tidak boleh berbicara atau bercakap-cakap sesama jamaah. Begitu kita masuk masjid untuk sholat jum’at, kita disunnahkan untuk terlebih dulu melakukan sholat sunnah. Bila saat kita masuk ternyata khatib sudah berkhutbah maka hendaknya kita melakukan sholat sunnah dua rakaat secara singkat.
Sebelum sholat jum’at, kita disunnahkan untuk mandi. Mandi sholat jum’at bisa dilakukan semenjak masuknya waktu shubuh, tetapi yang paling utama adalah menjelang berangkat sholat jum’at. Dalam menunaikan sholat Jum’at, kita (para laki-laki mukallaf) juga disunnahkan untuk memakai pakaian yang sebagus-bagusnya dan tampil serapi-rapinya, serta memakai minyak wangi.
[QS.Al-Jumu’ah[62]:10]“Apabila telah ditunaikan shalat (jum’at), maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah anugerah Allah”.
وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌ مُّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلاُّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَيْءٍ وَأَنزَلَ اللّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ عَظِيماً
Hadits 27: "Shalat Jum'at itu hak yang wajib dikerjakan oleh setiap orang Islam secara berjama'ah, kecuali 4 golongan, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak, dan orang sakit" (HR. Abu Dawud dan Hakim).

Shalat-shalat Sunnat

Shalat-shalat sunnat adalah semua shalat yang dikerjakan selain shalat fardhu 5 waktu. Shalat-shalat sunnat di antaranya adalah shalat 2 hari raya (shalat 'Id), shalat gerhana, shalat istisqa' (shalat minta hujan), shalat dhuha, shalat tahajjud, shalat sunnat Jum'at, shalat tahiyyatul masjid, shalat witir, shalat tarawih, shalat istikharah, dan shalat jenazah.
Shalat sunnat Jumat adalah shalat sunnat sesudah selesai melakukan shalat Jum'at. Dalam Hadits 3: dinyatakan bahwa Rasulullah saw. melakukan shalat 2 raka'at sesudah shalat Jum'at di rumah beliau (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Shalat-shalat Rawatib di Rumah

Shalat sunnat rawatib adalah shalat sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah mengerjakan shalat fardhu yang 5.

Hadis 4: dari Abdullah bin Umar ra. yang berkata, "Saya ingat pesan Rasulullah Saw. tentang shalat sunnat rawatib, yaitu 2 raka'at sebelum zhuhur, 2 raka'at sesudah zhuhur, 2 raka'at sesudah maghrib, 2 raka'at sesudah isya', dan 2 raka'at sebelum shubuh" (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Pengertian tahajjud.
Hadits 29: "Dari Abu Hurairah: "Tatkala ditanya orang nabi saw.: 'Apakah shalat yang lebih utama selain shalat fardhu 5 waktu? Jawab beliau: "Shalat tengah malam (jam 12 malam, pen.)." (Riwayat Muslim dan lainnya).
Berkata Asy-Syafi'y : "Shalat malam baik sebelum tidur maupun witir dinamai "tahajjud." Berkata Ibnu Faris: Mutahajjid, jalah "orang yang mengerjakan shalat di malam hari". (Pedoman Salat, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy)

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an,

"Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji". (QS.17:79).

Didahului Dengan Shalat Iftitah (2 rakaat yang pendek)

Hadits 30: "Nabi saw. membuka shalat malam dengan 2 rakaat yang ringan. Sesudah itu beliau mengerjakan 10 raka'at shalat tahajjud dengan 5 salam, dan sesudah itu beliau mengerjakan shalat witir 1 raka'at.

Sebagaimana keterangan hadist diatas, maka shalat Tahajjud dilaksanakan 2 raka'at - 2 raka'at dan sebagai penutup dari Tahajjud adalah Witir (shalat ganjil). Shalat tahajjud banyaknya raka'atnya tidak terbatas, sedang jumlah yang dikerjakan Nabi saw. adalah antara 8-12 raka'at (Pedoman Shalat, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy).

Keistimewaan Shalat Tahajjud
(Drs. Cholil, Keutamaan dan Keistimewaan Shalat .....)

1. Wajahnya akan memancarkan cahaya keimanan
2. Akan dipelihara oleh Allah dirinya dari segala macam mara bahaya
3. Setiap perkataannya mengandung arti dan diturut oleh orang
4. Akan mendapatkan perhatian dan kecintaan dari orang-orang yang mengenalnya
5. Dibangkitkan dari kuburnya dengan wajah yang bercahaya
6. Diberi kitab amalnya di tangan kanannya
7. Dimudahkan hisabnya
8. Berjalan di atas shirath (jembatan di atas neraka) bagaikan kilat

Surat Yang Dibaca Dalam Shalat Tahajjud

Biasanya surat yang dibaca dalam shalat Tahajjud adalah surat Al Ikhlas pada rakaat pertama dan surat Al Kafirun pada rakaat ke-2.

Doa Sesudah Shalat Tahajjud

Hadits 31: Dalam hadits Bukhari dinyatakan, bahwa Rasulullah saw. jika bangun tidur di tengah malam, kemudian berTahajjud dan membaca doa sebagai berikut:
Allahumma lakalhamdu, anta qoyyimus samaawaati wal-ardhi waman fiihinna, walakal hamdu laka mulkus samaawaati wal ardhi waman fiihinna, walakal hamdu, nuurus samaawaati wal-ardhi walakal hamdu antalhaqqu wawa'dukal haqqu waliqaa-uka haqqun waqauluka haqqun waljannatu haqqun wassaa'atu haqqun, allahumma laka aslamtu, wabika aamantu, wa'alaika tawakkaltu wailaika anabtu wabika khaashamtu, wailaika haakamtu, faghfirli maa qaddamtu wamaa akhkhartu wamaa asrartu wamaa a'lamtu antal muqoddimu wa antal muakhkhiru laa ilaaha illa anta aw laa ilaaha ghairuka wa laa haula wa laa quwwata illa billahi.

Pengertian Witir.

Berkata sebahagian ahlul tahqieq : "Witir adalah nama bagi 1 raka'at yang diasingkan dari yang sebelumnya, atau nama bagi shalat yang ganjil raka'atnya yakni : shalat 5 raka'at, 7 raka'at, atau 9 raka'at yang bersambung-sambung." Dan shalat witir ini, adalah menjadi penutup bagi shalat malam." (Pedoman Salat, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy).

Hadits 33: Rasulullah Saw. bersabda, "Shalat witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakannya 5 rakaat, kerjakanlah siapa yang suka mengerjakannya 3 rakaat, laksanakanlah dan siapa yang suka mengerjakannya 1 rakaat, lakukanlah". (HR. Abu Dawud dan an-Nasa'i).

Surat-surat Yang Dibaca Pada Shalat Witir

Berikut ini penulis kutip dari buku Melaksanakan Qiyamullail karangan Abdul Aziz Salim Basyarahil :

Hadits 34: Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Dalam Al Qur'an tidak ada sesuatu (ayat atau surat) yang dijauhkan (tidak didengar Allah), maka bacalah dalam shalat witir apa saja yang kamu sukai." Namun yang lebih mustahab, apabila berwitir dengan tiga rakaat, pada rakaat pertama setelah membaca Al Fatihah, kita membaca: "Sabbihisma Rabbikal A'la", dan pada rakaat ke-2 "Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun", pada rakaat ke-3 "Qul Huwallaahu Ahad", "Qul A'uudzu bi Rabbil Falaq", serta "Qul Atuudzu bi Rabbin Naas", sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, dari Aisyah r.a.

Wirid Setelah Shalat Witir

Wirid setelah shalat witir pada waktu shalat malam = wirid yang dibaca setelah shalat witir pada waktu kita melaksanakan shalat tarawih, yaitu : Subhaana l'maliku l'qudduus ...dst.

Shalat sunnat dhuha adalah shalat yang dilakukan pada waktu dhuha, yakni pada saat mulai naiknya matahari di waktu pagi sekitar jam 7 pagi sampai tergelincir matahari. Bilangan Shalat sunnat Dhuha adalah 2-12 raka'at.
Shalat Dhuha dapat dipakai untuk sarana menambah rizki.

Hadits 24: Sebuah Hadis qudsi dari Nuwas bin Sam'an ra., bahwa nabi Muhammad saw. telah bersabda: "Allah 'azza wa jalla berfirman: 'Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan 4 raka'at pada waktu permulaan siang (yaitu shalat dhuha), niscayapasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya." (HR . Hakim dan Thabrani)

Surat Yang Dibaca Dalam Shalat Dhuha

Uraian berikut ini kami kutip dari buku Keutamaan dan Keistimewaan Shalat Tahajjud, Shalat Hajat, Shalat Istikharah, Shalat Dhuha beserta Wirid, Dzikir, dan Doa-doa Pilihan, karangan Drs. Cholil :

Hadits 25: Dari Uqbah bin Aanur berkata Rasulullah saw bersabda: "Shalatlah 2 raka'at dhuha itu dengan membaca surat wasy syamsi wadhuhaha dan surat wadh dhuhaa".

Hadits 26: Dari Anas ra. dari Nabi saw.: "Barang siapa yang melaksanakan shalat dhuha membaca pada raka'at yang pertama surat Fatihah dan ayat kursi 10 x serta pada raka'at yang ke-2 sesudah Fatihah membaca surat Al Ikhlas 10 x, pasti ia mendapat keridlaan yang terbesar dari Allah."
Do'a Selesai Shalat Dhuha
Allahumma innadhdhuhaa-a dhuhaa-uka wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaluka walquwwata quwatuka, walqudrata qudratuka wal'ishmata 'ishmatuka. Allahumma inkaana rizqii fissamaa-i fa anzilhu, wa inkaana filardhi fa akhrijhu, wa inkaana mu'siran fayassirhu wa inkaana haraaman fathahhirhu, wain kaana ba'iidan faqarribhu bihaqqi dhuhaa-ika wabaha-ika wajamaalika, waquwwatika waqudratika, aatinii maa ataita 'ibaadakash shaalihiin.
SHALAT JENAZAH
Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah
Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :
a. Anak yang belum baligh (Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia tidak dishalati).
b. Orang yang mati syahid
Disyariatkan menshalati :
Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah
Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu
Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya, maka orang yang seperti ini dishalati
Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.
Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. (Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib)
Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan rahmat untuk orang-orang kafir dan orang-orang munafik (mereka bisa diketahui dari sikap mereka memperolok-olokkan serta memusuhi hukum dan syari'at Islam, dengan ciri-ciri yang lain).
Berjamaah dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya dengan shalat-shalat wajib yang lainnya. Jika mereka shalat jenazah satu persatu/sendiri-sendiri maka kewajiban shalat jenazah sudah terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena meninggalkan jama'ah, wallahu 'alam
Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang
Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayyit
Disukai membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas
Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. (Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma'mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam)
Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan Qur'an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.
Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya
Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tidak boleh shalat jenazah di antara pekuburan (Bagi yang mencermati baik-baik, hal ini tidak bertentangan dengan yang disebutkan di Bagian XII No.3 bagian [d])
Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat wanita
Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5 sampai 9 kali, semua ini sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lebih utama jika diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang satu dan kadang-kadang mengamalkan yang lain.
Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang pertama saja.
Lalu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri lalu menempelkan di dada.
Setelah takbir yang pertama membaca surah Al-Fatihah dan satu surah. (Disini tidak ada penjelasan yang menyebutkan adanya do'a istiftaah)
Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir (pelan)
Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan mengikhlaskan doa untuk mayyit
Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti : "Alahumma 'abduka wabna amatika ahyaaja ilaa rahmatika wa anta ghaniyyi an 'adzabihi in kana muhsinan farid fii hasanaatihi, saayyian fatajawaja 'an sayyiatihi" Artinya : "Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka maafkanlah kejahatannya"
Berdoa antara takbir yang terakhir dengan salam disyariatkan
Kemudian salam dua kali seperti halnya pada shalat wajib yang lain, yang pertama ke kanan dan yang kedua ke kiri, boleh juga salam hanya satu kali, karena kedua cara ini tersebutkan dalam sunnah.
Menurut sunnah salam pada shalat jenazah dengan cara sir (pelan), bagi imam dan orang-orang yang ikut di belalakangnya
Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena darurat. (waktu-waktu terlarang; saat terbitnya matahari, tatkala matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam)

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …
“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.
Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)
Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.
Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan ?
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)
Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu
Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.
Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)
Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.
Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!
Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)
Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Haji dan Umrah
Haji dan Umroh adalah Dua Kegiatan Spiritual dalam Agama Islam.
Daya tarik Energi bangunan PerSegi Empat BerNama Ka’bah Atau Batu Hitam Nan Indah bernama Hajar Aswad begitu kuat terPendar keSeluruh penjuru dunia.
Hingga Siapapun merasa TerPikat untuk MeNyengaja BerKunjung ke Tanah Suci.
Tapi, Kegiatan Haji dan Umroh, bukan hanya sekedar BerKunjung atau Tour saja, lebih daripada itu adalah
Untuk Menunaikan Ibadah karena Allah serta Merenungi setiap kegiatan yang di lakukan Sebagai Rukun2nya;
Dari Mulai Ihrom (Niat), Wukuf di Arofah (KeBerAdaan Jamaah di Arofah layaknya di Padang Mahsyar), Thawaf Ifadhah (BerKeliling Ka’bah dengan berlawanan arah jarum jam selama 7x), Sa’i (Berlari2 Kecil antara Bukit Shafa dan Marwah selama 7x, yang sekarang KeDua2nya berada dalam Masjidil harom),
Sampai Cukur Rambut, yang diLaksanakan secara berUrutan.

Siapa Saja yang boleh BerHaji atau Umroh?
Siapa Saja,. Asal memenuhi Persyaratannya.. Berikut adalah Syarat2nya;
Islam, Baligh, BerAkal, Merdeka, dan Punya Kemampuan untuk melaksanakannya baik dari segi Jasmani, Rohani maupun Ekonomi.
Bagaimana? Anda berAda dalam kriteria terSebut? Kalau ada, Hmm.. BerArti, tinggal KeMauan anda.
Haji Itu Merupakan Rukun Islam yang ke Lima Dan cukup Sekali seUmur hidup, Sementara Umroh adalah Haji Kecil yang diAmbil dari kata I’tamar (Ziarah).
Adakah PerSyaratan2 lainnya? Yang harus anda penuhi selanjutnya adalah MeLaksanakan Kewajiban2nya dan MenJauhi Larangan2nya.
Berikut adalah Kewajiban2 Haji;
BerIhrom dari Miqot (Waktu / Tempat PerMulaan KeBerangkatan), Mabit(BerMalam / Istirahat di Mujdalifah pada tanggal 9 malam 10 Zulhijjah DAN di Mina menjelang malam 11, 12, 13 Zulhijjah),
Melontar Jumroh Ula, Wustho dan Aqobah (dengan batu2 kerikil sebanyak 7, 49 atau 70x) dan Thawaf Wada’ (PerPisahan).
Bagaimana dengan Umroh?
Syarat2 melaksanakan Umroh adalah Sama dengan Syarat2 Haji.
Hanya Saja dalam Rukun Umroh tidak ada Wukuf di Arofah DAN Wajib Umrohnya hanya BerIhrom dari Miqot.
Anda harus bisa bedakan antara Rukun, Syarat dan Wajib dalam Haji dan Umroh.
Rukun adalah Hal2 yang harus diLaksanakan dalam Kegiatan yang Kita Laksanakan.
Syarat adalah Hal2 yang harus diPenuhi sebelum melaksanakan Kegiatan tersebut.
Dan Wajib Haji / Umroh adalah Hal2 yang harus anda tunaikan dalam melaksanakan KeGiatan Haji / Umroh yang kalau tidak diLaksanakan karena suatu faktor alasan maka Haji / Umrohnya akan tetap sah dengan membayar Dam.
Dam Adalah Penyembelihan hewan ternak yang halal utuk di makan / Fidyah buat para fakir miskin seharga Dam tersebut / berPuasa selama 10 hari sebagai pengganti karena anda Meninggalkan Wajib Haji / Umroh Atau karena anda MeLakukan Larangan Ihrom.).
Dan Berikut adalah Larangan2 Selama BerIhrom (Haji / Umroh) !!!
Bagi Pria diLarang ;
1. Memakai pakaian berjahit
2. Memakai sepatu yang menutup mata kaki
3. Menutup kepala yang melekat dengan kepala seperti topi, kecuali kepala yang diperban untuk menutupi luka atau pada saat cuaca sangat dingin sekali yang harus menutup kepala.
Bagi Wanita diLarang ;
1. Berkaos tangan
2. Menutup muka , memakai cadar.
Bagi Pria dan Wanita diLarang ;
1. Memakai wangi wangian kecuali yang sudah dipakai di badan sebelum niat ihrom.
2. Memotong kuku, mencukur rambut ataumencabut rambut badan.
3. Memburu binatang buruan darat yang liar.
4. Membunuh dan menganiaya binatang buruan darat dengan cara apapun ( kecuali binatang yang membahayakan boleh dibunuh ).
5. Meminang wanita untuk dinikah.
6. Menikah
Ada 3 Macam jenis PeLaksanaan Haji dan Umroh;
1. Tamattu’,
Adalah BerHaji dengan melaksanakan Umroh terLebih dahulu Dan anda diKenakan Dam.
2. Qiron,
Adalah PeLaksanaan Haji dan Umroh secara berBarengan Dan anda diKenakan Dam.
3. Ifrod,
Adalah BerHaji dengan MengUtamakan Pelaksanaan Haji sementara (Kalau mau Umroh) Umrohnya Setelah Haji.
Adapun Susunan PeLaksanaan yang mungkin bisa anda jadikan sebagai Panduan Singkat Haji dan Umroh adalah sebagai berikut;
Bersuci, Mandi dan Wudhu Saat berada di Miqot, Kemudian Berpakaian Ihrom diLanjutkan dengan Sholat Sunnah Ihrom.
Setelah Itu Anda BerNiat (”TekadKan dalam Hati, UcapKan dengan Lisan dan Barengi dengan Pelaksanaan) Haji, Umroh atau Haji dan Umroh.
“Aku sambut panggilan Mu ya Allah untuk berHaji, berUmroh atau BerHaji dan Umroh.
Anda juga bisa BerNiat seperti ini;
“Aku niat berHaji, berUmroh atau BerHaji dan Umroh dengan berIhrom karena Allah Ta’ala.
Kemudian Anda berangkat ke Mekkah sambil memperbanyak

Atau Dzikir dan Do’a yang anda bisa.
Masuk Mekkah, Masjidil Harom, Melihat Ka’bah, Thawaf Qudum (Sebagai Penghormatan Awal pada Ka’bah 7x). Anda boleh Sa’i diSana (Tapi jangan dulu Cukur rambut) selama menunggu pemBerangkatan (8 Zulhijjah) ke Arofah.
Setibanya di Arofah Perbanyaklah Baca Qur’an, Dzikir atau Do’a sampai waktu Wukuf tiba. DengarkanLah Khutbah Wukuf (9 Zulhijjah / Hari Arofah).
Kemudian Sholat Dzuhur dan Ashar Serta Maghrib dan Isya dengan Jama’ Taqdim (Rangkaian Sholat yang diLaksanakan pada waktu sholat pertama). Lalu berangkat ke Mujdalifah dengan memperbanyak Talbiyah.
Di Mujdalifah Anda Mabit / Istirahat Dan Berangkat ke Mina (10 Zulhijjah / Hari Nahar).
Selanjutnya di Mina anda Melontar Jumroh Aqobah 7x, Mencukur Rambut, Tahallul (Sebagai PengHalalan dari hal2 yang sebelumnya tidak di perbolehkan selama Ihrom) Pertama, Memotong Qurban atau Dam (Bagi yang Tamattu’ dan Qiron).
Tanggal 11,12,13 Zulhijjah anda Masih di Mina untuk Mabit, Melontar Jumroh Ula, Wustho dan Aqobah (masing2 7x) kemudain kembali ke mekkah.
Di Mekkah anda meLaksanakan Thowaf Ifadhah sebagai Rukun Haji / Umroh, Sa’i bagi yang belum, Tahallul KeDua dan Dam bagi yang belum.
TerAkhir adalah Thawaf Wada’ (Sebagai Salam Perpisahan dengan Ka’bah 7x).

Referensi

www.menaraislam.com
www.kuponbensin.tk
www.investoranda.tk
http://quran.al-islam.com/Recite/CRecite_g2.asp?s=4&f=113&Reciter=1

Tidak ada komentar: